Alkisah…
Seorang pemuda ingin membeli rumah impiannya
Puluhan
kompleks, apartemen hingga perkampungan sudah ia datangi
Dari satu makelar ke makelar lainnya...dari satu kota ke kota lainnya
Tidak mudah memang mencari rumah yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan sang pemuda
Kalaupun ada yang sesuai dengan kriteria, sang pemuda harus mengantri di deretan waiting list para calon pembeli. Ada pilihan lain yang lumayan cocok dengan seleranya, tetapi sayangnya harga masih belum memungkinkan untuknya yang masih cockroach headache (baca: kroco mumet)
|
Simulasi antriannya |
Hingga
suatu saat, seorang makelar datang. Makelar ini memang sudah cukup lama mengenal si pemuda. Jadi jika bicara masalah selera...tentunya pria punya selera #hilangfokus hahaha...Maksud saya jika bicara masalah spesifikasi rumah idaman idaman si pemuda, makelar ini sudah tahu bocoran kisi-kisi nya lah.
Sang Makelar pun menawarkan sebuah rumah, Lokasinya cukup strategis, bersebelahan dengan
Masjid, dan cukup dekat dengan kantor si pemuda. Mungkin dengan sedikit jalan kaki, naik bis, ojek dan kereta bisa langsung sampai ke hadapan sang security kantor #lhaa jauh dong :D
Dan jangan tanya masalah teknologi, ibaratnya bila dibandingkan dengan rumahnya tony stark, ya menang jauh tony stark lah saudara-saudara... itu kan film.. bukan dunia nyata. Nah, untuk ukuran dunia nyata, rumah ini lumayan lah, dibangun oleh developer yang
terkenal meahirkan komplek-komplek unggulan dan sangat ramah lingkungan. Rumah ini juga tampaknya akan sangat
cocok untuk perkembangan anak-anaknya nanti. Plus yang terpenting, dari segi biaya pun cukup ekonomis dan menjanjikan.
|
Kalo ini rumahnya si Tony..bonus cw cakepnya 1 orang si Pepper Potts :p |
Maka
dibuatlah janji dengan makelar tersebut, dimana si pemuda sudah menyatakan minatnya walaupun belum memberikan persekot atau panjer. Mengenai waktu dealnya, nanti si pemuda akan menghubungi lagi secepatnya.
Sayangnya hari demi hari, sang pemuda malah terlena
dengan kesibukannya. Posisinya sebagai pegawai senior membuatnya lupa dengan keinginannya untuk membeli rumah tersebut. Hingga suatu ketika, sang makelar menanyakan jadi
atau tidaknya akad jual beli ini.
Untuk itu, sang pemuda kemudian meminta waktu untuk berfikir ulang. Dikunjungi kembali rumah tersebut. Kondisinya masih sangat baik, sama seperti saat pertama kali ia kesana. Tak banyak yang berubah, bahkan malah sedikit upgrade di sana sini.
Setelah berjam-jam duduk di teras, si pemuda kemudian bangkit dan berjalan keluar. Ia sudah memutuskan, rumah ini tidak jadi ia ambil. Ia tahu, rumah ini memang sesuai dengan kriteria rumah idamannya dan tidak akan mudah untuk menemukan rumah seperti ini lagi.
Makelar pun kecewa, ia bertanya-tanya, mungkin ia terlalu terburu-buru mengingatkan sang pemuda. Mungkin sang pemuda malah terbebani dan tidak bisa berfikir jernih. Mungkin jika saja diberikan lagi tambahan tenggat waktu sang pemuda akan berubah fikiran.
Tetapi jawaban si pemuda sudah bulat, tidak. Si pemuda baru sadar, membeli rumah bukan hanya masalah spesifikasi yang terukur. Rumah ini akan menjadi tempatnya menghabiskan waktu sepulang kerja, tepat beristirahat dari beban-beban dunia yang akan hadir dalam perjalanan hidupnya. Tempatnya bersantai tanpa harus melakukan kegiatan apapun, tempatnya bermain bersama anak-anaknya nanti. Dimana memilikinya bukan hanya sekedar menggugurkan kewajibannya untuk memberikan tempat berteduh bagi keluarganya. Ia butuh faktor lain selain spesifikasi itu.
Ia percaya, faktor lain itulah yang akan mengantarkannya menuju rumah idamannya. Sebagaimana pesan dari Juragan kosan kenalannya "Memilih rumah itu pake hati, kalo kamu merasa nyaman, adem, sejuk, insyaAllah sudah cocok itu, gak usah buru-buru, ojo kesusu reekk"